Senin, 04 Januari 2010

makalah hukum perbankan

ANALIS MATERI PERKULIAHAN HUKUM PERBANKAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hukum Perbankan
Dosen Pengampu: Bpk. Afif Noer, M.Si.










Disusun Oleh:
Khalmini ( 62311024 )

FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009


ANALIS MATERI PERKULIAHAN HUKUM PERBANKAN
I. PENDAHULUAN
A. Pengertian Dan Arti Penting Bank
Sistem keuangan merupakan satu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya dibidang keuangan yaitu menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Keberadaan sistem keuangan ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani mereka yang kelebihan dana dengan mereka yang kekurangan dana serta memperlancar transaksi ekonomi.
Berkaitan dengan sistem keuangan yang dianut di Indonesia, terdiri dari sistem keuangan moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem keuangan moneter terdiri atas otoritas moneter dan sistem Bank Umum (commercial bank). Otoritas moneter sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999. Secara tegas menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas kebijakan moneter yang biasanya disebut otoritas moneter. Sebagai otoritas moneter Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Disamping otoritas moneter, sistem bank umum yang merupakan bagian dari sistem perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 jo. Undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang perbankan, ini berarti bahwa sistem moneter berhubungan erat dengan bank sentral dan lembaga keuangan bank. Selain sistem keuangan bank, sistem keuangan non bank juga merupakan bagian dari sistem keuangan.
Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting seiring dengan fungsinya yaitu menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus of funds) kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana (lack of funds) apabila sistem keuangan tidak bekerja dengan baik, maka perekonomian menjadi tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak akan tercapai.
Pentingnya peran sistem keuangan suatu negara memacu terwujudnya suatu sistem keuangan yang sehat dan stabil. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keseimbangan pelaksanaan pembangunan nasional indonesia memerlukan penyesuaian kebijakan moneter dengan tujuan yang di titik beratkan pada upaya mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah yang ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu; kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat, tepat dan aman, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat dan efisien.

B. Asas, Fungsi Dan Tujuan Perbankan Di Indonesia
Mengenai asas perbankan yang dianut di indonesia dapat dilihat pada pasal 2 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang mengemukakan bahwa “ Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan mengenai prinsip kehati-hatian dapat kita kemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya terutama dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Sedangkan kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.
Sedangkan fungsi utama bank dapat dilihat dalam pasal 3 undang-undang perbankan yang menyatakan bahwa “fungsi utama Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat” Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat Bank bertugas mengamankan uang tabungan dan deposito berjangka serta simpanan dalam rekening koran atau giro. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif.
Perbankan di Indonesia memiliki tujuan yang strategis dan tidak semata-mata berorientasi ekonomis tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang non ekonomis seperti menyangkut masalah stabilitas nasional yang mencakup stabilitas politik dan stabilitas sosial. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 4 undang-undang perbankan yang berbunyi “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.
Pada dasarnya Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efisien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.
Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.

II. HUKUM PERBANKAN INDONESIA
A. Pengertian hukum perbankan
Pada dasarnya hukum perbankan menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang bank yang mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan usahanya. Norma tertulis meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bank. Sedangkan norma-norma tidak tertulis meliputi hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktek perbankan.
B. Sejarah hukum perbankan
Usaha perbankan dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan ke zaman Yunani Kuno dan Romawi. Pada saat itu, kegiatan utama bank hanya sebagai tempat tukar menukar uang. Selanjutnya, kegiatan bank berkembang menjadi tempat penitipan dan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh bank dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhkannya.
Sementara itu, mengenai sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada saat itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda antara lain: De Javasche NV, De Post Paar Bank, De Algemenevolks Crediet Bank, Nederland Handles Maatscappij (NHM), Nationale Handles Bank (NHB), dan De Escompto Bank NV.
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik pribumi, Cina, Jepang, dan Eropa lainnya. Bank-Bank tersebut antara lain: Bank Nasional Indonesia, Bank Abuah Saudagar, NV Bank Boemi, The matsui Bank, The Bank of China, dan Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia. Dari penjelasan tersebut dapat kita lihat bahwa pada awalnya bank-bank yang ada merupakan bank-bank milik asing, sebelum akhirnya dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia, dari nama bank-bank tersebut terlihat mencirikan unsur kedaerahan dan belum banyak bank-bank yang bersifat nasional.

III. PENGGOLONGAN BANK
A. Bank central
Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali, dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka Bank Sentral dengan menggunakan instrumen antara lain namun tidak terbatas pada base money, suku bunga, giro wajib minimum mencoba menyesuaikan jumlah uang beredar sehingga tidak berlebihan dan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian.
B. Bank umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Umum merupakan bagian dari perbankan nasional yang memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta pemberi jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan fungsi utama yang demikian, Bank Umum memiliki peranan yang strategis dalam menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur-unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional guna menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.
Memperhatikan peranan Bank Umum yang demikian strategis, perkembangan Bank Umum yang semakin pesat dan tantangan-tantangan, yang dihadapi Bank Umum yang semakin luas dan bersifat internasional, maka landasan hukum Bank Umum perlu diperkokoh melalui penyempurnaan ketentuan-ketentuan yang mengatur Bank Umum dan penerapan prinsip kehati-hatian.
Dengan landasan hukum yang semakin kokoh tersebut, maka Bank Umum diharapkan akan lebih mampu melindungi kepentingan masyarakat dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang memiliki peran strategis dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.
C. BPR
Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
D. Bank berdasarkan prinsip syari’ah
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

IV. OPERASIONAL BANK DI INDONESIA
A. Bentuk hukum bank
Undang-undang perbankan membedakan secara tegas bentuk hukum untuk bank umum, bank perkreditan rakyat dan bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri. Untuk bank umum dikenal tiga bentuk hukum sebagaimana ditentukan oleh pasal 21 ayat (1), yaitu perseroan terbatas, koperasi dan perusahaan daerah. Sedangkan bentuk hukum bank perkreditan rakyat yang diatur dalam pasal 21 ayat (2) adalah perusahaan daerah, koperasi dan perseroan terbatas dan bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sedangkan bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berada di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya sebagaimana ditentukan oleh pasal 21 ayat (3).
Bank-bank yang memiliki bentuk hukum sebagai perusahaan daerah bisa kita lihat dengan adanya bank-bank pembangunan daerah (BPD) yang hampir ada di setiap provinsi di seluruh wilayah Indonesia.
B. Pendirian bank umum
Untuk mendirikan bank umum selain persyaratan sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan pasal 16 ayat (2) undang-undang perbankan juga perlu memperhatikan dan memenuhi ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara perizinan bank yang diatur dalam surat keputusan direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang bank umum.
Dalam ketentuan Pasal 5 Keputusan Direktur Bank Indonesia tersebut dikemukakan bahwa pemberian izin usaha untuk mendirikan Bank Umum harus melalui dua tahapan yaitu:
1. Tahapan persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank yang bersangkutan.
2. Tahapan pemberian izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa sebelum memperoleh izin usaha, pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan usahanya. Dengan kata lain untuk, untuk sahnya kegiatan usaha bank harus terlebih dahulu adanya izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia.
Adapun ketentuan dan tata cara untuk mengajukan izin prinsip di atur dalam pasal 6 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum. Sedangkan untuk ketentuan dan tata cara mengajukan permohonan izin usaha di atur dalam pasal 9 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum.
C. Pendirian BPR
Sebagaimana halnya pendirian bank umum, maka dalam pendirian bank perkreditan rakyat juga diperlukan adanya izin prinsip dan izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia.
Permohonan izin prinsip untuk Bank Perkreditan Rakyat wajib memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat.
Sedangkan untuk memperoleh izin usaha Bank Perkreditan Rakyat wajib memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 9 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat.

D. Modal bank
Salah satu headline di sebuah harian nasional menyebutkan bahwa BI segera akan mengeluarkan peraturan perbankan yang baru, yaitu akan menurunkan persyaratan modal awal untuk mendirikan bank umum syariah dari 1 triliun menjadi 500 milyar. Namun kelonggaran tersebut hanya untuk spin-off dari unit syariah di bank umum menjadi Bank Umum Syariah. Sebagai informasi, unit syariah di bank umum tetap menginduk ke bank umumnya. Jadi dengan proses spin-off ini, unit tersebut akhirnya dipisahkan dan menjadi bank umum syariah yang tersendiri. Jadi untuk kalangan investor yang langsung mendirikan bank umum syariah, ya tetap harus menyediakan dana sebesar 1 Triliun.
Rencana kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan peranan bank syariah, yang total kekayaannya belum tembus angka 50 triliun. Padahal angka tersebut merupakan jumlah modal yang dibutuhkan oleh bank umum konvensional untuk menjadi bank international- kelas “tertinggi” menurut Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Sebagai catatan, saat ini belum ada bank di Indonesia yang masuk “divisi utama” tersebut Semoga rencana kebijakan tersebut sesuai dengan tujuannya.

V. KREDIT PERBANKAN
Kredit merupakan pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank oleh badan lain. Yang menjadi dasar pemberian kredit bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan, seseorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank tentu orang yang mendapat kepercayaan dari bank
A. Penyaluran kredit
Dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur sesuai dengan pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 10 tahun 1998. Karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati-hatian.
Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berdasarkan prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada 4P dan formula 5C. 4P meliputi personality, purpose, prospect, dan payment. Sedangkan 5C meliputi; character, capacity, capital, collateral, conditions of economy.
B. Likuiditas bank
Secara umum, pengertian likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai, dimana fungsi dari likuiditas secara umum untuk
a. menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari;
b. mengatasi kebutuhan dana yang mendesak;
c. memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan
d. memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan
Pengertian likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio reliabilitas.
Bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuiditas terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas. Dalam hal Bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risiko likuiditas.
Risiko Likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain:
a. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana;
b. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;
c. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
d. Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort.
Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuiditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
a. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
b. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
c. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
d. Selanjutnya Bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
e. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset & Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya
f. meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

VI. PERLINDUNGAN NASABAH BANK
A. Hubungan bank dengan nasabah
Lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat, oleh karena itu tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat tentu suatu bank tidak akan mampu kegiatan usahanya dengan baik. Sehingga perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat terutama kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dengan demikian dalam rangka untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan yang saat ini tengah gencar melakukan ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat diperlukan.
Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dengan bank didasarkan atas suatu perjanjian. Untuk itu wajar apabila kepentingan dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Usaha pemerintah untuk melindungi kepentingan nasabah, terutama nasabah penyimpan dana dibuktikan dengan dikeluarkannya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, selain yang diatur dalam UU No. 7 tahun 1992 jo. UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan.
Perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu; perlindungan secara implisit dan perlindungan secara eksplisit.
1. perlindungan secara implisit (implicit deposit protection)
yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.
2. perlindungan secara eksplisit (eksplisit deposit protection)
yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sebagaimana diatur dalam keputusan presiden RI No. 26 tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban bank umum.
B. Mekanisme perlindungan nasabah
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) mendesain industri perbankan berdasar 6 pilar pokok, yaitu 1) struktur perbankan yang sehat, 2) sistem pengaturan yang efektif, 3) sistem pengawasan yang independent dan efektif, 4) industri perbankan yang kuat, 5) infrastruktur pendukung yang mencukupi dan 6) perlindungan konsumen. Ke-enam pilar tersebut digunakan untuk menopang sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan system keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Daryono Rahardjo, upaya pemberdayaan konsumen berarti meng “create ” nilai-nilai baru agar lebih competitive di pasar. Hal ini berangkat dari fakta bahwa pasar dalam kondisi bersaing dan bergesernya buyer\'s market menjadi customer oriented . Pada dasarnya nilai pelanggan dapat dirinci menjadi nilai produk, jasa, personnel dan image yang selalu memperhatikan monetary, time, energy dan psychic cost .
Untuk mengembangkan nilai-nilai tersebut tentu harus dipahami benar perilaku nasabah yang meliputi motif dan kebiasaan-kebiasaan yang ada, yang ujungnya adalah kepuasan nasabah
Bahwa untuk melindungi nasabah bank harus mampu membuat produk yang berkualitas, menyampaikan kebenaran dan mengurangi informasi yang tidak benar. Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen secara jelas telah menyampaikan kewajiban konsumen serta hak dan kewajiban pelaku usaha. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/6/PBI/2005, tanggal 20 Januari 2005 & No. 7/7/PBI/2005 secara normatif telah mengatur transformasi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah serta pengaduan nasabah.
Program peningkatan perlindungan nasabah dapat dilakukan melalui:
1. Menyusun standard mekanisme pengaduan nasabah, dengan menetapkan persyaratan minimum mekanisme pengaduan nasabah
2. Membentuk lembaga mediasi independent, dengan memfasilitasi pendirian lembaga mediasi perbankan
3. Menyusun transparansi informasi produk, dengan memfasilitasi penyusunan standard minimum transparansi informasi produk bank
4. Mempromosikan edukasi untuk konsumen, dengan mendorong bank-bank untuk melakukan edukasi kepada konsumen mengenai produk-produk finansial .
C. Asuransi deposito
Jaminan perlindungan bagi nasabah penyimpan dana sehubungan dengan dihentikannya kegiatan usaha sebuah bank adalah mutlak diperlukan. Untuk memberikan perlindungan dikemudian hari bagi kepentingan nasabah penyimpan dari bank-bank yang mengalami kegagalan, terutama bagi deposan yang dananya relatif kecil maka perlu diciptakan suatu sistem asuransi deposito.
Misi dari lembaga asuransi deposito adalah memelihara stabilitas dari sistem keuangan negara dengan cara mengasuransikan para deposan bank dan mengurangi gangguan-gangguan terhadap perekonomian nasional yang disebabkan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perbankan.
Jaminan terhadap dana masyarakat yang ada pada bank dalam ketentuan pasal 37 B ayat (1)UU No. 10 tahun 1998 dikemukakan bahwa;
Setiap bank wajib menjamin simpanan dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.
Dari ketentuan tersebut jelas bahwa bank wajib menjamin dana dari nasabah penyimpan. Ketentuan ini juga memberikan suatu jaminan bagi nasabah penyimpan bahwa apabila bank dimana ia menyimpan mengalami kegagalan maka dananya tidak akan hilang dan pasti dapat diterima kembali.
Dalam pasal 37 B ayat (2) dikemukakan bahwa ; untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk lembaga penjamin simpanan.
Pembentukan lembaga penjamin simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank.

VII. HUKUM TENTANG RAHASIA BANK
A. Pengertian rahasia bank
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai suatu bank dimana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk melindung kepentingan nasabahnya.
Teori rahasia bank dibagi menjadi dua macam yaitu teori rahasia bank mutlak dan teori rahasia bank yang bersifat relatif. Menurut teori rahasia bank mutlak bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa, teori ini sering menonjolkan kepentingan individu sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan.
Dalam teori rahasia bank yang bersifat relatif bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya apabila untuk kepentingan yang mendesak. Misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum.
B. Dasar hukum dan ruang lingkup rahasia bank
Mengenai ketentuan rahasia bank sebelum berlaku undang-undang no. 7 tahun 1998 jo. UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan dapat ditemukan dalam undang-undang no. 23 PrP 1960 tentang rahasia bank dan dalam UU No. 14 tahun 1967 tentang pokok- pokok perbankan. Selain itu Rahasia bank juga diatur di dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 jo. UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan.
C. Pengecualian rahasia bank
Pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam UU No. 7 tahun 1992 jo. UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah mengacu kepada ketentuan pasal 40 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 yang menentukan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 41 A, pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44 A.
Berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (1) pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank adalah sebagai berikut.
1. Untuk kepentingan perpajakan
2. Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada BUPLN/PUPN
3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana
4. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah
5. Dalam tukar-menukar informasi antar bank
6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau ahli warisnya.

VIII. PRUDENT BANKING DAN AKTIFITAS MARGINAL DARI BANK
Asas kehati-hatian (prudential banking) adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan masyarakat kepadanya. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. Pengertian Kredit, berdasarkan pasal 1 butir 11 Undang-undang Perbankan, yaitu: "Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga" Kredit bermasalah atau biasa dikenal dengan kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya, sehingga mengakibatkan perjalanan kredit terhenti atau macet. Keadaan yang demikian di dalam hukum perdata disebut dengan wanprestasi atau ingkar janji, karena kredit merupakan suatu pinjaman uang yang berdasarkan pada suatu perjanjian kredit. Berdasarkan hal tersebut, maka di dalam memberikan suatu kredit, bank mempunyai kewajiban untuk memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, mengingat bank terutama bekerja dengan adanya dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, oleh karenanya maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat.
Kesehatan bank adalah merupakan kepentingan bagi semua pihak yang terkait, baik pemilik, pengurus, karyawan bank, masyarakat pengguna jasa perbankan maupun Bank Indonesia sebagai pengawas. Untuk dapat mempercepat pemulihan ekonomi, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan bank agar bank dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan menegakkan disiplin bank-bank dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagai bagian dari penerapan Good Corporate Governance (GCG).

IX. PRINSIP HUKUM BANK BERDASARKAN SYARI’AH
A. Latar belakang yuridis dan pengertian bank syari’ah
Melihat gagasannya yang ingin membebaskan diri dari mekanisme bunga, pembentukan Bank Islam mula-mula banyak menimbulkan keraguan. Hal tersebut muncul mengingat anggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim, sehingga timbul pula pertanyaan tentang bagaimana nantinya Bank Islam tersebut akan membiayai operasinya. Konsep teoritis mengenai Bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil.
Secara kelembagaan yang merupakan Bank Islam pertama adalah Myt-Ghamr Bank. Didirikan di Mesir pada tahun 1963, Namun karena ada persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam Myt-Ghamr ditutup . Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersil.
tahun 1975 berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 milyar dinar dan beranggotakan semua negara anggota OKI . Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, Bank-bank Islam bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki.
Perbankan Islam di Indonesia Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta.
Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
B. Produk-produk dan pengawasan bank syariah
Sistim keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk pinjaman (debt financing). Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi hasil (Profit and Loss Sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual-beli (al bai’) untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing), dengan produk-produknya sebagai berikut :
1. Produk Pembiayaan
a. Equity Financing.
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu : Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing) dan Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
b. Prinsip Jual-beli
Produk bank syariah yang menggunakan akad jual beli meliputi; Al Murabahah, Al Bai’ Bitsaman Ajil, Bai’ as Salam, Bai’ al Istishna’
c. Prinsip sewa-beli
Sewa dan Sewa-beli (Ijarah dan Ijara wa Iqtina) oleh para ulama, secara bulat dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah Islam.
d. Al Qard al Hasan
Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank dapat memberikan fasilitas yang disebut Al Qard al Hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama sekali dilarang untuk menerima imbalan apapun.
2. Produk Penghimpunan Dana (Funding)
Bank Islam menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai mudharib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh dari para nasabah sebagai Shahib al Maal, yang menyimpan dan menanamkan dananya pada bank melalui rekening-rekening sebagai berikut :
a. Rekening Koran
Jasa simpanan dana dalam bentuk Rekening Koran diberikan oleh bank Islam dengan prinsip Al Wadi’ah yad Dhamanah, di mana penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan tersebut. Dengan prinsip ini, bank menerima simpanan dana dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dengan kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu.
b. Rekening Tabungan.
Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali berikut kemungkinan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip Wadi’ah.
c. Rekening Investasi Umum
Bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi dari dana mereka dalam bentuk Rekening Investasi Umum berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu.
d. Rekening investasi khusus
bank dapat juga menerima simpanan dari pemerintah atau nasabah korporasi dalam bentuk rekening simpanan khusus.
3. Produk Jasa-jasa
a. Rahn yaitu akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya.
b. Wakalah yaitu akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada Perbankan Syariah, Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit (L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.
c. Kafalah yaitu akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank (Bank Guarantee), baik dalam rangka mengikuti tender (Bid bond), pelaksanaan proyek (Performance bond), ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu (Advance Payment bond).
d. Hawalah yaitu akad pemindahan hutang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Prakteknya dapat dilihat pada transaksi anjak piutang (Factoring). Namun kebanyakan ulama tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan hutang/piutang tersebut.
e. Jo’alah yaitu suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas / pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah.
f. Sharf yaitu transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya.

X. TEORI HUKUM TENTANG BANK CENTRAL DAN PENGAWASAN BANK
a. Sejarah perkembangan bank central
Bank sentral di suatu negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter di wilayah negara tersebut. Bank Sentral berusaha untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan, dan sistem finansial secara keseluruhan.
Di Indonesia, fungsi Bank Sentral diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali, dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka Bank Sentral dengan menggunakan instrumen antara lain namun tidak terbatas pada base money, suku bunga, giro wajib minimum mencoba menyesuaikan jumlah uang beredar sehingga tidak berlebihan dan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian.
Bank Indonesia pada awalnya disebut De Javasche Bank yaitu bank sentral Republik Indonesia. Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

b. Peran bank central pada umumnya
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Dalam menjaga kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara dalam menjaga kestabilan terhadap mata uang negara lain. tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia akan dapat diukur dengan mudah.
c. Tugas Bank Indonesia sebagai Bank Central
Untuk mencapai tujuan BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasikan agar tujuan dalam memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Bank Indonesia juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur.

XI. ASPEK BANK MULTI NASIONAL
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang mendominasi pasar uang internasional. Transaksi internasional difasilitasi oleh bank-bank yang bertindak sebagai para agen bagi yang lain dan mengambil posisi bagi bank-bank mereka. Jaringan kantor bank dan hubungan koresponden berfungsi untuk mengirimkan informasi mengenai para peminjam dan kondisi pasar uang diseluruh pasar dunia. Selain itu bank juga bertindak sebagai konsultan dalam berbagai disiplin termasuk masalah pasar, merger, dan hukum.
Bank-bank besar khususnya di amerika serikat memiliki keunggulan kompetitif di pasar uang internasional yaitu:
a. Skala bank,
Bank-bank besar dapat memberikan kredit berskala besar yang dibutuhkan perusahaan raksasa multinasional. Aset yang besar juga menanamkan citra kepercayaan dan keamanan
b. Efisiensi
Jumlah bank yang sangat besar dan secara geografis tersebar luas memaksa para bankir untuk mengembangkan mekanisme pengiriman dan kemampuan penjualan jarak jauh yang efisien. Efisiensi dapat diukur dengan spread antara bunga yang dibayarkan untuk simpanan dan bunga yang diperoleh dari kredit.
Perintang nasional, biaya dari perintang internasional dan biaya transaksi internasional memisahkan pasar uang diberbagai negara sehingga tidak semua bank membutuhkan efisiensi yang sama untuk tetap bertahan.
c. Mata uang yang disukai
Dolar AS sebagai mata uang domestik juga disukai sebagai mata uang internasional. Sejumlah besar negara lain mematok nilai tukar mata uang mereka dengan dolar AS, dan kredit luar negeri seringkali didenominasi dalam dolar AS. Hal ini mengakibatkan bank-bank AS menempati posisi yang lebih menguntungkan dibanding bank-bank lainnya.